Rabu, 02 Desember 2015

Kegiatan Berkunjung dan Melakukan Penyuluhan ke Ketua Kelompok Tani "Ngudi Makmur"

Berikut adalah dokumentasi kegiatan berkunjung ke ketua kelompok tani "Ngudi Makmur" di Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka melatih kemampuan untuk melakukan penyuluhan kepada kelompok tani.



ALAT PERAGA PENYULUHAN (folder)

Folder merupakan media cetak non massa yang disebut dengan direct mail karena sifat pesannya yang langsung dapat diterima oleh komunikan atau sasaran. Unsur-unsur yang dimuat di dalam folder ada 2, yaitu judul (headline) dan teks. Langkah-langkah utama membuat folder adalah:
1. Membuat ide-ide layout folder
2. Membuat layout kasar folder
3. Membuat layout folder lengkap (design)
Berikut adalah contoh alat peraga folder dengan 3 lipatan yang telah dibuat oleh kelompok 7 golongan B4 praktikum Dasar-Dasar Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian:

tampak depan

tampak belakang

Minggu, 08 November 2015

UGM rintis pengembangan sistem pertanian terpadu

UGM rintis pengembangan sistem pertanian terpadu

 Saat ini luas lahan produksi pangan di Indonesia berkisar 15,35 juta hektare, padahal yang dibutuhkan mencapai 24,2 juta hektare,"
Yogyakarta (ANTARA News) - Universitas Gadjah Mada Yogyakarta merintis pengembangan sistem pertanian terpadu melalui pemanfaatan areal hutan di bawah tegakan hutan untuk ketersediaan pangan.

"Semangat kami mengimplementasikan seluruh hasil riset dalam bidang kehutanan. Hutan tidak sekadar melindungi lingkungan, tetapi juga sumber pangan," kata Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Dwikorita Karnawati di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Perhutani mendukung program tersebut terkait dengan adanya pembukaan lahan hutan untuk ketersediaan pangan dan tebu seluas satu juta hektare.

Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM Mohammad Naiem mengatakan selama dua dekade kebijakan pemerintah dalam mendorong kedaulatan pangan tidak dilakukan secara serius.

"Saat ini luas lahan produksi pangan di Indonesia berkisar 15,35 juta hektare, padahal yang dibutuhkan mencapai 24,2 juta hektare," katanya.

Menurut dia, program ketahanan pangan masih bertumpu pada lahan sawah yang mayoritas berada di Pulau Jawa yang lahannya setiap tahun kian menyusut drastis.

Oleh karena itu, kata dia, pemanfaatan hutan negara untuk mendukung sistem pertanian terpadu perlu digalakkan dengan cara tetap mempertahankan kondisi hutan.

Ia mengatakan Fakultas Kehutanan UGM sudah mencobanya dengan menanam empat varietas padi di area kawasan Perhutani di Jawa Timur dan Jawa Tengah melalui sistem tumpangsari dan gumpang gilir di sela tanaman jati dan pinus.

"Di KPH Ngawi, Fakultas Kehutanan UGM mengembangkan sepuluh varietas padi gogo, tetapi saat ini baru tiga varietas unggulan yang sudah dikembangkan lebih lanjut. Tiga varietas padi itu adalah Situpatenggang, Inpago 4, dan Inpari," katanya. 

Sumber :http://www.antaranews.com/
Nama   : Mulia Hadi K. 
Gol/kelompok : B4/7

Sabtu, 07 November 2015


KLHK Dukung UGM Rintis Sistem Pertanian Terpadu di Kawasan Hutan. Seperti Apakah?

Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah kewalahan untuk memenuhi kebutuhan pangan berupa beras. Program ketahanan pangan pun masih bertumpu pada lahan sawah di Pulau Jawa, yang tiap tahun lahanya kian menyusut drastis. Oleh karena itu, perlu digalakkan pemanfaatan hutan negara untuk mendukung sistem pertanian terpadu dengan tetap mempertahankan kondisi hutan.
Oleh karena itu, Universitas Gadjah Mada (UGM) merintis pengembangan sistem pertanian terpadu (integrated farming system) lewat pemanfaatan areal hutan di bawah tegakan hutan. Sistem ini didukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pehutani karena membantu pembukaan lahan hutan untuk ketersediaan pangan. Apalagi tahun 2015, pemerintah mengalihkan dana subsidi BBM sebesar Rp15 triliun untuk rehabilitasi jaringan irigasi satu juta hektar, distribusi benih, pupuk dan alat mesih pertanian.
“Semangat kami mengimplementasikan seluruh hasil riset di bidang kehutanan, hutan tidak sekedar melindungi lingkungan, tapi sumber pangan, energi, dan sumber tekstil yang berasal dari serat rayon,” kata Rektor UGM Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., saat membuka Rencana Aksi Pelaksanaan Integrated Farming System di Kawasan Hutan yang berlangsung di Ruang Multimedia UGM, pada Jumat (16/01/2014).
Lahan persawahan di daerah Pati, Jawa Tengah.  Foto : Tommy Apriando
Lahan persawahan di daerah Pati, Jawa Tengah. Foto : Tommy Apriando
Selama dua dekade terakhir, Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM Prof. Moh Naiem mengatakan kebijakan pemerintah dalam mendorong kedaulatan pangan tidak dilakukan secara serius. Saat ini luas lahan produksi pangan di Indonesia berkisar 15,35 juta hektar padahal yang dibutuhkan mencapai 24,2 juta hektar.
Dari kajian tim ketahanan pangan UGM, impor beras saat ini mencapai 10 persen dari produksi dalam negeri, dengan cadangan beras untuk mencukupi kebutuhan sekitar tiga bulan ke depan. Sementara itu, pertumbuhan luas panen sangat terbatas karena laju perluasan lahan pertania  baru sangat rendah, konversi lahan pertanian ke non pertanian sulit dikendalikan, degradasi sumberdaya air dan kinerja irigasi serta turunnya tingkat kesuburan fisik dan kimia laha pertanian.
Dengan 60 persen kawasan hutan dari total luas daratan, deforestasi akan tetap menjadi fenomena umum dan terkait dengan kerusakan lingkungan dan bencana alam. Oleh karena itu perlu kebijakan ramah lingkungan terhadap kedaulatan pangan melalui iptek tanpa mengorbankan kelestarian hutan. Deforestasi hutan tropis ke lahan pertanian ternyata didominasi oleh konversi hutan dalam pengembangan industri sawit yang sebagian besar dimiliki asing.
“Sektor pertanian masih menjadi primadona, lebih 40 persen penyerap total lapangan kerja yang saat ini didominasi oleh unskilled labour. Indonesia harus berani mengakui bahwa saat ini sektor pertanian masih merupakan tumpuan utama pendapatan rakyatnya, sehingga sektor pertanian harus tetap menjadi kunci keberhasilan pembangunan,” kata Naiem.
Permasalahan utama strategi pengembangan kedaulatan pangan di kawasan hutan yaitu akses lahan terbatas, akses modal, saprodi (sarana produksi) dan alsintan (alat dan mesin pertanian) terbatas. Tidak ada akses bibit dan benih, petani belum terlatih dan tidak teroganisir dan tata niaga buruk didominasi tengkulak.
“Permasalahan adanya ketidaktransparanan dalam akses sumber daya hutan yang didominasi para elit lokal, selain itu petani hutan selalu mendapatkan diskriminasi dalam hal bantuan saprodi dari pemerintah. Namun, dapat diatasi dengan penerapan sistem informasi,” tambahnya.
Dalam pengembangan sistem pertanian terpadu, Fakultas Kehutanan UGM telah mencoba menanam varietas padi.“Kita sudah mencobanya dengan menanam empat varietas padi di area kawasan perhutani di Jawa Timur dan Jawa Tengah lewat sistem tumpang sari dan gumpang gilir di sela tanaman jati dan pinus,” kata Naiem.
Di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Ngawi, Fakultas Kehutanan UGM mengembangkan sepuluh varietas padi gogo, yang baru diintensifkan pada tiga varietas unggulan yaitu Situpatenggang, Inpago 4, dan Inpari.
Hamparan sawah setelah dipanen.  Siklus tanam padi hanya sekali dalam setahun di masyarakat tradisi Ciptagelar.  Foto: Ridzki R. Sigit
Hamparan sawah setelah dipanen. Siklus tanam padi hanya sekali dalam setahun di masyarakat tradisi Ciptagelar. Foto: Ridzki R. Sigit
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Prof. Dr. San Afri Awang, mengatakan KLHK dan Kementerian Pertanian bersepakat menyiapkan lahan sebesar sejuta hektar untuk meningkatkan produksi pangan berada di Kalimantan dan Papua. “Dari satu juta lahan ini, 500 ribu untuk pangan dan sisanya untuk tanaman tebu,” terangnya.
Penyediaan lahan satu juta hektar untuk mendukung pembangunan lahan sawah baru melalui pelepasan kawasan hutan dan sistem pinjam pakai. Selain itu juga disediakan pemanfaatan areal lahan hutan di bawah tegakan hutan seluas 250 ribu hektar, serta kerja sama kemitraan dunia usaha dengan bantuan dana CSR produktif seluas 1,6 juta hektar. San Afri mengatakan pada RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) produksi padi untuk kedaulatan pangan ditargetkan 82 juta ton.
Dia menjelaskan ada perbedaan antara sistem pertanian terpadu dan agro forestry.  Jika hutan terus-terusan ditanami padi, maka akan muncul masalah lainnya. Oleh karena itu, hutan jangan hanya dibuka untuk pertanian padi. Karena satu miliar penduduk dunia,  juga bergantung pada produk buah dan hutan alam.
Dia menyarankan pertanian terpadu harus diintegrasikan bersama kelompok petani di desa, sambil menerapkan undang-undang pengembangan desa.
San Afri menyebutkan sekitar 29 persen lahan hutan dikuasai korporasi, hanya 0,58 persen dipegang oleh rakyat. In sangat tidak adil dan menunjukkan kegagalan dalam meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petaninya.
Lahan menjadi faktor produksi penting kedaulatan pangan maka luas tanah juga penting. Setiap orang di Jawa hanya punya tanah 0,24 hektar dan hanya 0,36 hektar di Jateng, serta 2,4 juta hektar dikuasai perum Perhutani. Oleh karena itu pendampingan menjadi penting.
“Saya rasa, (lahan untuk) pengusaha sudah cukup. Kita coba naikkan 12,7 juta hektar lahan hutan untuk rakyat. Era Presiden Jokowi sangat serius melakukan ini,” katanya.
Ia menambahkan, penelitian selama 10 tahun di Madiun untuk pertanian tumpangssari untuk satu hektar lahan sekali tanam menghasilkan 4,2 ton padi, 1,4 ton jagung dan 18 ton ubi kayu. KLHK sendiri meminta Perhutani menyiapkan tanah seluas 30 ribu hektar di Jawa Tengah, di Jawa Timur 30 ribu hektar dan di Jawa Barat 20 ribu hektar.
“Minimal rakyat desa memanfaatkan lahan 2 hektar dengan sistem pertanian terpadu. Selama ini hanya 0.25 hektar hanya dapat 1,2 ton. Gunakan mekanisasi dan panca usaha tani yang benar. Perhutani tiap tahun tanam 54 ribu hektar tanaman hutan, hanya 12 ribu tumpangsari, sisanya cemplongan (tidak terpakai),” tambahnya.
Pertanian konvensional di Yogyakarta yang masih mendominasi upaya ketersediaan pangan. Foto: Aji Wihardandi
Pertanian konvensional di Yogyakarta yang masih mendominasi upaya ketersediaan pangan. Foto: Aji Wihardandi
Sementara itu, Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha Kementerian Pertanian Ir. Bambang Sad Juga, M.Sc mengatakan, sistem pertanian terpadu ini sejalan dengan nawacita Presiden Jokowi untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Adapun turunannya yakni peningkatan kedaulatan pangan yang dicerminkan pada kekuatan mengatur masalah pangan secara mandiri yakni ketahanan pangan terutama kemampuan mencukupi pangan dari produksi dalam negeri dan mampu melindungi dan menyejahterakan pelaku utama pengan terutama petani dan nelayan.
“Kondisi riil ketahanan pangan nasional saat ini bertumpu pada lahan sawah yang terpusat di Pulau Jawa yang luasnya semakin menyusut. Permintaan produk pangan berkualitas meningkat, produksi rendah, lahan usaha sempit dan tidak bisa diperluas serta kebutuhan hidup terus meningkat,” kata Bambang.
Ia menambahkan penghasil devisi utama ada pada sektor pertanian. Ekspor hasil perkebunan pada tahun 2013  sebesar 26,77 miliar US dolar yang mengakibatkan neraca perdagangan sektor pertanian surplus 15,843 US dolar.
Ujicoba di Jateng
Pemprov Jateng menandatangani nota kesepahaman dengan Perhutani dan UGM untuk mewujudkan sistem pertanian terpadu. Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyebutkan ada 653 ribu kawasan hutan Perhutani di Jawa Tengah yang sejatinya potensial dimanfaatkan untuk lahan pertanian terpadu dan peberdayaan ekonomi masyarakat desa yang tinggal di sekitar kawasan hutan.
“Kawasan hutan perlu dipakai karena stok pangan kita makin berkurang,” katanya.
Ganjar menambahkan, problem lingkungan hidup dan kehutanan ke depan semakin berebut dan semakin keras. Saat ini ia dipermasalahkan di Rembang, memilih pabrik semen atau sumber air. Menyusul permasalahan di Pati, di Grobogan dan Gombong. Pemprov Jateng sebelumnya menggelontorkan dana sebesar Rp 750 juta untuk pengadaan bibit padi gogo untuk ditanam di kawasan KPH yang ada di Blora, Kendal, Banyumas, Grobogan, Boyolali dan Rembang.
Pemprov akan mengajak masyarakat sekitar hutan untuk memanfaatkan lahan hutan dengaan sistem pertanian terpadu, dibantu UGM dalam pendampingan, varietas dan lainnya.
“Jika ini bisa didorong maka akan membantu mempercepat kedaulatan pangan. Saat ini Jateng surplus pertanian padi 3 juta ton. Bicara kedaulatan pangan maka Jateng haram hukumnya impor beras,” kata Ganjar.
Terkait kondisi sumber air untuk irigasi pertanian, Pemprov Jawa Tengah akan ada proyek besar yakni pembangunan Waduk di Kudus dan Wonogiri. Sementara waduk Karanganyar dan Kota Semarang  sudah jadi.
“Minimal ada lima waduk baru. Jika ini bisa dilaksanakan maka target pangan bisa terpenuhi, jika tidak bisa maka perlu Embung dan selebihnya pakai air tanah,” tutup Ganjar.

Menteri Desa Dorong Modernisasi Pertanian-Peternakan Tradisional

Menteri Desa Marwan Jafar menunjukkan hasil pertanian di Balai Latihan Masyarakat Yogyakarta di Lahan Praktek Karang Tumaritis pada pelatihan 1-12 Oktober 2015.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar mendorong modernisasi pertanian dan peternakan tradisional yang ada di desa-desa saat ini. Demikian Marwan dalam acara The 6th International Seminar On Tropical Animal Production (ISTAP) yang mengambil tema 'Peran Peternakan Dalam Peningkatan Kemakmuran di Daerah Perdesaan' di Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada pada hari Selasa, 20 Oktober 2015. Dalam pernyataan resminya, Marwan Jafar mengatakan bahwa beliau telah mengelilingi beberapa daerah di Yogyakarta dan menyimpulkan model pertanian dan peternakan di Yogyakarta masih tradisional secara keseluruhan. Namun, bukan berarti tradisional merupakan sesuatu hal yang jelek dan harus dihindari, akan tetapi model pertanian yang seperti itu semestinya harus disempurnakan dengan teknologi yang modern.

Menurut Marwan, pertanian dan peternakan merupakan sumber penghidupan utama masyarakat pedesaan. Oleh karena itu, peningkatan kesejahteraan masyarakat haruslah dimulai dari desa dan didasarkan pada pengembangan potensi sumberdaya lokal yang utamanya adalah peternakan terintegrasi dan pertanian terpadu. Untuk meningkatkan kualitas pembangunan di desa-desa, Marwan menilai pentingnya dukungan penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta inovasi teknologi tepat guna oleh masyarakat perdesaan.

Marwan menjelaskan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mempunyai program peternakan modern berbasis desa, yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian dan ketangguhan dalam ketahanan pangan serta menjadi pilar perekonomian masyarakat perdesaan. Kementerian Desa juga akan menjalin kerjasama dengan beberapa negara yang telah mengikuti forum ISTAP, sebagaimana yang sudah dikerjasamakan dengan UGM. Sebagai informasi, The 6th International Seminar On Tropical Animal Production (ISTAP) diikuti oleh beberapa negara yang konsen terhadap konsep peternakan yang sehat dan halal.

Sumber:

Jumat, 06 November 2015

Prima Tani Mendukung Pengembangan Program KUAT Kalimantan Barat

KUAT sebagai program pembangunan pertanian Kalimantan Barat (Kalbar) yang diharapkan melahirkan sentra-sentra agribisnis guna meningkatkan kesejahteraan petani di Kalbar memiliki kesamaan visi dengan program utama Badan Litbang Pertanian, Prima Tani. BPTP Kalbar sebagai kepanjangan Badan Litbang Pertanian secara aktif mendukung pelaksanaan program KUAT melalui pelaksanaan kegiatan rogram Rintisan dan Akselerasi Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) di Kalbar. Salah satunya melalui pelaksaaan sistem integrasi ternak-ternak di Kecamatan Sungai Kakap.
Prima Tani Mendukung KUAT
Program Pembangunan Pertanian di Kalimantan Barat difokuskan kepada pengembangan Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT). Pengembangan model KUAT ini sendiri diawali dari kehadiran Gubernur Kalbar pada acara Temu Lapang PTT Padi di Desa Twi Mentibar, Selakau, Kabupaten Sambas , awal tahun 2004. Temu lapang yang diselenggarakan oleh BPTP Kalbar tersebut mengundang seluruh pihak terkait seperti penyuluh, peneliti, petani, hingga eksportir dan swasta lainnya. Gubernur sangat terkesan dengan pemaparan program dan kinerja petani pelaksana Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi binaan BPTP Kalbar.
Melihat adanya sinergi kuat yang memperoleh hasil baik antara unsur penelitian, penyuluhan, pengaturan, pelayanan, dan swasta, Gubernur Kalbar meminta BPTP Kalbar untuk mengimplementasikan model PTT Padi melalui sistem integrasi sapi-ternak di Kecamatan Sungai Kakap yang diarahkan sebagai buffer stock pangan Kota Pontianak.
Memenuhi permintaan gubernur, BPTP Kalbar melakukan kegiatan survei menyusun model dan road map KUAT Sungai Kakap. Model ini difokuskan pada inovasi teknologi dan kelembagaan untuk mendukung sistem usahatani terpadu berbasis padi-ternak-ikan-sayuran. Program Pengembangan KUAT yang menjadi platform pembangunan pertanian di Kalimantan Barat ini ternyata sejalan dengan Prima Tani, ikon Badan Litbang Pertanian. Fokusnya jelas yaitu memanfaatkan seluruh sumberdaya yang tersedia baik di kegiatan on farm, off farm, maupun non farm melalui penerapan usahatani terpadu berbasis padi-ternak-ikan-sayuran dan usahatani terpadu berbasis kelapa-pinang-kakao-pisang-padi-ternak-ikan untuk meningkatkan pendapatan petani dari US$ 247 menjadi US$ 1.000/kapita/tahun dalam jangka waktu 5 tahun di Sungai Kakap. Dalam hal ini kontribusi Prima Tani difokuskan kepada perumusan dan diseminasi inovasi pertanian yang sesuai dengan agroekosistem daerah atau kawasan target pengembangan.
Sinergi
            Keberhasilan mengimplementasikan konsep pengembangan KUAT Sungai Kakap sangat tergantung pada bersinerginya seluruh pihak yang terkait. BPTP Kalbar sendiri lebih memposisikan diri memberikan dukungan perangkat lunak seperti penyusunan model dan road map serta menyediakan fasilitasi dan advokasi. Mensinergikan pihak terkait tidaklah mudah. Dibutuhkan dua tahun untuk menyamakan persepsi model pengembangan KUAT.
Kini, sinergisasi telah terlihat hasilnya yang ditandai dengan hampir seluruh pihak terkait mengalokasikan anggaran guna mendukung program tersebut. Disamping itu, petani dari lokasi KUAT semakin intensif melakukan konsultasi atau mengundang BPTP Kalbar untuk memfasilitasi kegiatan mereka. Inovasi Badan Litbang Pertanian yang dirintis masuk ke lokasi KUAT guna diadopsi petani a.l. Inovasi teknologi budidaya padi dengan pendekatan PTT Padi, Sistim Integrasi Padi Ternak, Inovasi Kelembagaan Tani, serta Inovasi Teknologi budidaya sayuran di pekarangan yang diimplementasikan secara  terpadu.
Replikasi Prima Tani
Model pembangunan pertanian dengan pendekatan kawasan serta usahatani terpadu yang dimulai di Desa Sungai Itik, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Pontianak, mulai direplikasi di Desa Jeruju Besar dengan mengembangkan model usahatani terpadu berbasis kelapa dengan dukungan komoditas pinang, kakao, pisang, padi, ikan, dan ternak. Petani di Desa Jeruju Besar yang didominasi etnis Bugis terlihat lebih agresif. Kegiatan mereka diawali dengan mendatangkan pasar yaitu Swalayan Hypermart yang menyatakan kesediaannya untuk menampung beberapa produk petani, seperti beras petani yang pulen dan wangi sebanyak 1 ton/hari, ikan lele dumbo ukuran 4 ekor/kg, ikan mas ukuran 3 ekor/kg, serta memberikan kesempatan promosi VCO di Hypermart selama 1 minggu secara gratis. Untuk menindaklanjuti kesepakatan dengan pihak pembeli, BPTP Kalbar memfasilitasi petani untuk memperoleh kemudahan. Titik terang sudah mulai didapat melalui usahatani padi varietas Ciherang seluas 50 hektar oleh Kelompok Wanita Tani Delta Makmur Lestari. Untuk mengimplementasikan kesepakatan ini telah dilakukan berbagai upaya oleh BPTP Kalimantan Barat seperti mendatangkan satu unit mesin pengolah minyak kelapa murni dari Balitka Manado, menyediakan alat pemarut dan pengepres santan bagi kelompok tani oleh Dinas Perdagangan dan Perindustrian Pemprov. Kalbar, menyelenggarakan pelatihan HCCP dan pembentukan asosiasi pengrajin VCO oleh Dinas Perkebunan Pemprov. Kalbar.  BPTP Kalbar dan PT Sinar Karya Prestasi menjajagi pasaran ekspor VCO, seperti ke pasar China sebesar 50 ton/bulan senilai US$ 200.000. Pada tahap awal upaya replikasi PRIMA TANI di Desa Jeruju Besar Kecamatan Sungai Kakap telah  berhasil menggugah semangat petani dan membuka wawasan mereka.
Produk olahan berbasis kelapa dari Prima Tani di Desa Jeruju Besar juga sudah dipromosikan melalui kegiatan Kalbar Expo dan Pekan Raya Pontianak. Produk yang dipromosikan antara lain VCO , arang briket, sabut kelapa, gula merah, nata de coco, dan teknologi pengolahan air kelapa menjadi isotonik drink. Beberapa produk yang dipromosikan seperti VCO dan arang briket sudah diikuti dengan kontak bisnis. Terbangunnya sinergi antara petani-pemerintah-swasta dalam upaya pengembangan Prima Tani telah memberikan peluang keberhasilan program ini menjadi semakin besar dengan tujuan akhir pencapaian pendapatan petani US $ 1.000/kapita/tahun.

Sumbangsih BPTP

Sumbangsih utama BPTP Kalbar terhadap program ini adalah pelaksanaan pengkajian untuk menyusun Model dan Roadmap Pengembangan KUAT yang sarat dengn muatan teknologi dari Badan Litbang Pertanian. Inovasi teknologi tersebut antara lain paket teknologi PTT Padi, Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT), pengembangan pekarangan untuk sayuran dengan varietas sayuran unggulan dari Badan Litbang Pertanian, serta Inovasi Kelembagaan Tani. Pencanangan KUAT Sungai Kakap yang didukung oleh Prima Tani tahun 2005 telah berkembang menjadi 12 KUAT di seluruh Kalimantan Barat. Selain pengembangan KUAT, BPTP Kalbar juga mengembangkan inovasi teknologi untuk mengatasi masalah penurunan harga jeruk dan terbatasnya pasar produk lidah buaya.

Nama    : Mohamad Nur Eko Aji Prakoso
Gol/Kel : B4/7